Suami Mementingkan Kampung Halaman
Halo Pak, Saya baru menikah 11 bulan. Tapi saat ini saya sudah menghadapi permasalahan yang cukup berat menurut saya dengan suami. Suami saya tinggal bersama dengan saya dan orangtua saya di Kalimantan, sementara dia asli orang Jawa Tengah. Sudah sejak beberapa bulan dia ingin pulang ke kampung halamannya. Dan kemarin saya baru dikabari secara mendadak kalau tanggal 16 Februari dia dapat cuti.
Sementara saya tidak bisa cuti di periode tersebut karena teman kerja saya yang sudah ambil cuti duluan di tanggal tersebut, teman kerja saya sudah mengajukan cuti dari 6 bulan lalu, sehingga tidak mungkin tiba-tiba juga saya minta cuti di tanggal yang sama. Saya sudah berusaha jelaskan kepada suami saya tapi dia tetap tidak mau terima, dia suruh saya melakukan usaha apapun untuk bisa tetap cuti di tanggal 16 Februari. Dari situ kami bertengkar besar, saya merasa suami saya egois luar biasa mengenai masalah ini.
Sebenarnya dia yang salah, tapi dia malah marah ke saya. Dan sudah hampir dua hari dia tidak ada menghubungi saya (saat ini suami saya sedang dilokasi). Dan ini pertama kalinya saya merasa sangat sakit hati dan kecewa dengan suami saya. Dia sangat mementingkan kampung halaman dibanding rumah tangganya. Apa yang harus saya lakukan pak? Apakah saya harus tetap mempertahankan rumah tangga ini atau pisah saja? Karena jujur saya tidak sanggup dengan tuntutan pulang kampungnya yang membuat kami bertengkar hebat seperti ini.
Karyawan Swasta (28) – Kalimantan Timur
Halo Adinda,…
Rasa kangen terhadap kampung halaman adalah hal yang lumrah yang dialami oleh siapapun yang melakukan perantauan. Demikian juga hal serupa yang dialami suami Adinda. Keputusan mengambil cuti dadakan bisa jadi disebabkan oleh rasa kangen yang sudah tidak tertahankan lagi, apalagi suami tinggal bersama mertua yang dapat memicu rasa kangen juga kepada orangtua atau saudara-saudaranya sang suami.
Untuk kali ini, meski gagal melakukan cuti bersama suami, saya pikir Adinda tidak perlu bersedih karena tidak bisa menghabiskan waktu bersama-sama di Pulau Jawa, berikanlah kesempatan untuk suami untuk melepaskan rasa rindu kepada kampung halamannya. Terpenting, untuk kedepannya mulailah belajar memperbaiki komunikasi, mulailah melakukan perencanaan secara bersama-sama sehingga tidak terjadi kesalahpahaman kembali. Komunikasi yang buruk dapat menumbuhkan sikap egois setiap pribadi untuk mengambil keputusan berdasarkan cara pandang sendiri. Jadi, mulailah menyisihkan waktu untuk “berbicara” kepada pasangan Adinda setiap harinya.
Rasa marah bukanlah pertanda baik, apalagi bila diiringi dengan ledakan emosional secara meluap-luap ketika menghadapi masalah sepele seperti ini, hubungan Adinda bersama suami perlu terus untuk belajar memberi dan menerima, saling menghargai, bersikap tulus, serta belajar mengungkapkan emosi secara tepat dan benar. Inilah cara terbaik untuk memperbaiki komunikasi, apalagi usia perkawinan yang masih sangat muda, Adinda dan suami masih perlu terus untuk belajar.
Salam, semoga bisa membantu

Sayed Muhammad adalah lulusan psikologi Universitas Islam Indonesia, ia adalah perintis dan penulis tetap di website ini.
Leave a Reply