Perlukah Saya ke Psikiater?
Perlukah saya ke psikiater? Saya tidak tahu ini merupakan tempat yang benar untuk bertanya soal ini. Saya merasa saya memiliki gangguan psikologis. Saya tidak tahu apakah itu benar atau hanya karena saya terlalu berlebihan. Saya sering membaca artikel tentang gangguan psikologis, dan saya sering mengaitkan gejala-gejalanya dengan apa yang saya alami, dan memang banyak yang saya rasa cocok. Sampai sekarang ini, saya sudah mendiagnosis diri saya sendiri sebagai seseorang yang terkena gangguan kecemasan, OCD, sampai ADD. Saya tahu tidak seharusnya saya mengklaim diri saya tanpa pemeriksaan dari para ahli, tapi entah kenapa saya jadi terus memikirkan hal itu, dan saya justru menjadikan gangguan-gangguan tersebut sebagai alasan ketika saya tidak bisa melakukan hal-hal dengan baik. Misalnya, saya sering tidak fokus ketika saya mengerjakan sesuatu, saya sering menunda pekerjaan saya (sebagian karena saya memang malas dan sebagian karena saya takut gagal), dan saya tidak bisa menyelesaikan sesuatu dengan baik/ sering melewatkan kesalahan-kesalahan kecil pada pekerjaan saya, saya menganggap semua hal itu disebabkan karena kemungkinan saya mengidap ADD. Dan hal-hal tersebut membuat saya merasa cemas, saya sering memikirkan hal-hal buruk yang mungkin akan terjadi karena kelalaian saya, dan itu membuat saya tambah tidak semangat bekerja dan justru menyalahkan diri saya yang saya pikir terkena gangguan-gangguan psikologis semacam itu. Maaf jika ini terlalu panjang, yang saya ingin tanyakan adalah: 1. Apakah saya benar-benar perlu ke psikiater? Kira-kira berapa kisaran tarif psikiater, karena saya tidak berani bertanya langsung. (Mungkin tarifnya berbeda-beda, tapi tolong kalau bisa berikan kisarannya) 2. Seandainya saya tidak perlu/ atau memutuskan untuk tidak pergi ke psikiater, apa yang dapat saya lakukan agar saya bisa lebih baik? Agar saya tidak menyalahkan diri saya sendiri dan tidak sering mencemaskan hal-hal yang tidak semestinya. Terimakasih atas jawabannya
Mahasiswa – Jawa Tengah
Salam,
Untuk mengetahui sebuah diagnosa yang tepat tidaklah semata-mata berdasarkan simtom semata, kecendrungan dapat diambil sebuah kesimpulan awal bila simtom tersebut dominan melekat dari simtom yang menjadi kriteria gangguan lebih banyak dari yang ada, misalnya saja dalam kriteria gangguan disebutkan 5 simtom, 3-4 simtom terdapat dalam diri Adinda yang benar-benar dirasakan ada, maka ini dapat dijadikan asumsi dasar adanya gangguan tersebut.
Bila simtom tersebut masih dalam tingkat gangguan kecil, artinya klient masih merasakan kesadaran dalam dirinya adanya gangguan dan berkeinginan untuk menyembuhkan dirinya dengan perubahan perilaku maka sebaiknya mendatangi psikolog.
Konsultasi langsung dengan psikolog akan memperjelas apakah simtom tersebut adalah sebuah gejala gangguan atau tidak, psikolog akan menentukan diagnosa secara tepat dan akurat melalui konsultasi, test kepribadian atau uji lab. Hal ini diambil bila memang dibutuhkan untuk mendiagnosa secara akurat gangguan atau simtom yang ada pada Adinda. Bila kemudian gangguan tersebut dibutuhkan obat-obatan sebagai terapi medikasi, maka psikolog akan menyarankan Anda untuk mengunjungi psikiater.
Psikolog tidak akan secara langsung melakukan sebuah diagnosa dari pertemuan awal, pertemuan-pertemuan selanjutnya akan tetap dibutuhkan dan dijalani bila klien merasakan tidak ada perubahan perilaku dan merasa terganggu dengan apa yang dialami atau dirasakannya atau memang dirasakan butuhnya konseling oleh klien sendiri. Pada pertemuan selanjutnya barulah dibicarakan mengenai terapi, disinilah Adinda dapat membuka pembicaraan mengenai biaya yang dibutuhkan, selanjutnya Adinda bersama-sama menyusun program penyembuhan. Kerjasama inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya terapi dilakukan.
Pada dasarnya psikolog dan psikiater itu berbeda, kunjungan langsung ke psikiater dilakukan bila;
1) Merupakan rekomendasi dari psikolog, artinya setelah Anda mengunjungi psikolog dan disarankan untuk mengunjungi psikiater karena dibutuhkan obat-obatan dalam penyembuhan Anda bila diperlukan.
2) Gangguan fungsi pribadi, artinya adanya gangguan kejiwaan / gangguan fungsi pribadi yang dapat menghambat aktivitas kesehariannya secara langsung, misalnya saja gangguan tidur, kecemasan yang tinggi yang membuat klient tidak bisa bekerja, sekolah atau aktivitas lain dan sebagainya.
3) Gangguan fungsi sosial, adanya gangguan dalam berinteraksi kepada orang lain, misalnya saja gangguan depresi yang membuat seseoang melakukan penarikan diri secara sosial (withdrawl), serangan panik yang bisa muncul dalam keramaian dan sebagainya.
4) Gangguan kejiwaan yang telah berlangsung lama atau dalam rentang waktu tertentu, misalnya PTSD, depresi akut, gangguan stres, dan sebagainya
Demikian, semoga bisa membantu.

Sayed Muhammad adalah lulusan psikologi Universitas Islam Indonesia, ia adalah perintis dan penulis tetap di website ini.
Leave a Reply