Jatuh Cinta Pada Rekan Kerja
Mohon solusi. aku seorang wanita sudah berkeluarga, tapi aku mencintai seniorku yang juga sudah berkeluarga juga. Seniorkupun juga mencintaiku dari dari sikap dan perbuatan. Kami saling mengerti satu sama lain. Tapi dia tidak berani untuk mengungkapkannya. Bisa jadi karena ragu kalau aku benar-benar mencintaiku atau tidak atau karena takut sama istrinya. Aku sendiri tidak akan mengungkapkannya karena selain dia senior saya, saya sadar betul kalau aku sudah bersuami. Tapi kami sama-sama tersiksa. Kami sering bermusuhan, saling diam kadang juga saling menyanjung dan saling menjaga. Cinta kami makin tumbuh dan kuat. Bahkan dalam hati saya bergumam, jika Tuhan mengijinkan aku akan menghabiskan sisa umurku bersamanya. Bagaimanakah cara mengungkapkannya supaya kami bisa berjalan bersama . Mohon sollusinya. Teromakasih.
Guru – Kediri
Salam Ibu,
Kisah cinta Ibu ini bagi seperti api cinta yang membara, penuh semangat, menggebu-gebu, dan menggairahkan, seperti bara menyala. Api itu ibaratkan cinta yang sedang dikobarkan, melahap kayu selagi besarnya. Namun, setelah api itu membakar keseluruhan lalu kayu akan menjadi arang dan debu, api pun padam, Seiring dengan itu maka cerita cinta itupun telah usai, menjadi tidak menarik, bahkan sirna tak berbekas.
Di dalam konsultasi Ibu sama sekali tidak menyinggung bahwa Ibu memiliki permasalahan dengan suami, saya menyimpulkan bahwa rumahtangga Ibu dalam keadaan baik-baik saja. Kehidupan berjalan normal seperti biasanya, suami berangkat kerja setiap harinya, mencintai Anda sepenuhnya, dan juga menyanyangi anak-anaknya.
Cinta yang Ibu tumbuhkan bukanlah hal yang tidak wajar, banyak konsultasi serupa yang kami terima. Hal ini terjadi karena “jam pertemuan” dengan sang suami lebih sedikit dibandingkan orang lain, sehingga kadang kita lebih banyak melihat kelebihan orang lain dibandingkan suami sendiri.
Kita menghabiskan lebih banyak waktu bersama orang lain, sementara waktu bersama suami sangat sedikit, bahkan kualitas pertemuan itu pun kadang sangat minim. Akibatnya, hal-hal positif dari suami menjadi kabur, sementara kita melihat kebaikan dan kelebihan rekan kerja lebih baik karena waktu yang dimiliki lebih banyak. Padahal, sesuatu yang kita lihat itu belum tentu karakter orang sesungguhnya. Bisa jadi seseorang berperilaku tertentu sebagai bentuk dari peningkatan performance kerjanya. Itulah kelebihannya.
Melihat usia Ibu yang tidak muda lagi, sebaiknya Ibu berhenti berangan-angan sejauh itu. Episode itu sudah kita lewati di masa remaja dulu. Kini saatnya berbenah diri, menjadi pribadi yang lebih baik lagi, menjadi pribadi yang dewasa (mature) dan memperbaiki kualitas hidup yang bahagia bersama keluarga. Mungkin Ibu akan kecewa membaca konsultasi ini, tetapi saya samasekali tidak melihat keuntungan apapun dari hubungan Ibu dengan senior di masa mendatang. Bahkan kondisi kedepannya lebih buruk dari harapan-harapan yang ada. Cinta seharusnya menciptakan suatu kondisi positif dari orang-orang sekitar Ibu, tidak menyakiti atau mengecewakan orang lain. Cinta juga harus memiliki pemahaman yang logis bukan sekedar dorongan sesaat yang ditimbulkan dari rasa excited belaka.
Saran saya, cobalah menghabiskan waktu senggang lebih lama bersuami, temukanlah hal-hal positif dari suami Ibu, catatlah, seberapa banyak bisa Ibu menemukannya dari sejak awal pertemuan hingga Ibu berani menerima pinangan sang suami. Inilah sumber penguatan emosional cinta Ibu bersama suami kembali. Perbaiki terus cara komunikasi dan tumbuhkan kembali getar-getar cinta Ibu yang telah lama padam, inilah cara terbaik untuk memasuki usia kedewasaan pernikahan. Salam, semoga dapat membantu.

Sayed Muhammad adalah lulusan psikologi Universitas Islam Indonesia, ia adalah perintis dan penulis tetap di website ini.
jika ibu lanjutkan hubungan ibu dengan atasan memakai cara selingkuh,pahami laki2 beristri dan wanita bersuami,sama2 sudah merasakan seks,maka ujung2 hubungan itu tidak lebih hanya berzina saja,menabung dosa.
efek lain?
teruskan,sampai suami ibu tahu,istri atasan tahu,maka ada 2 rumah tangga hancur berantakan karena ulah ibu dan atasan ibu.
akankah cita2 membangun suatu kebaikan tercapai jika diawali dengan keburukan?
tidak sekali-kali.
Saya seorang wanita usia 36 tahun, sdh bersuami dan memiliki 2 orang anak, saya juga berkarir. Saya menikah tahun 2002, kehidupan rumah tangga saya awalnya normal, namun di tahun 2007 suami saya selingkuh, dia sering tidak pulang, tidak memberi nafkah kepada anak dan istrinya. Hal ini berjalan hingga 2010. Pada tahun 2010 suami saya mengambil keputusan meninggalkan WIL nya dan kembali pada kami. Saya berusaha ikhlas menerima dia kembali dengan segala kelebihan dan kekurangannya, semua saya lakukan demi anak-anak. Saya tidak ingin anak-anak saya menjadi korban perceraian dan terganggu perkembangan jiwanya. Saya berusaha menjadi istri yang sabar dan pengertian. setelah… Read more »
Suami Anda memiliki kemampuan berkomunikasi yang buruk, kemungkinan Ibu tidak menyadari dari awal-awal perkawinan. Ketidakpekaan emosional ini membuat Ibu berpikir bahwa kondisi pernikahan berjalan baik-baik saja, padahal suami sedang memiliki permasalahan yang terus ia pendam. Buruknya komunikasi membuat sang suami “belajar” hal salah dalam menghadapi Anda, Keinginan menyakiti pasangan menjadi dorongan utama suami Anda bila kebutuhan-kebutuhan emosionalnya tidak terpenuhi. Beberapa konsultasi memperbaiki komunikasi ini telah kami bahas di konsultasi sebelumnya, bila Ibu ingin berkonsultasi kembali dapat menggunakan form yang telah kami sediakan. Salam
Ass bapak,sy punya sahabat yg lagi bingung menentukan masa depan ,usianya sdh 42 th,dia punya seorang suami& 2 orang anak,saat ini lg jatuh cinta dg seorang duda beranak 1.dia merasa mnjadi single parent karena suaminya tdk pernah bs diajak berpikir dalam setiap urusan rumah tangga karena kecelakaan yg dialami 7 th yg lalu.suami yg sangat sensitif jika diajak bicara,sedang dia merasa nyaman dg sang duda yg masih seusia denganya.o ya suaminya sdh berusia 54 tahun.mhn solusinya bapak
Saya menemukan banyak wanita kuat dan bahagia mempertahankan perkawinannya dibandingkan menceraikan suaminya yang sedang sakit. Mungkin sedikit kuno, tetapi wanita-wanita seperti itu lebih mempertahankan martabat dan kenangan kebaikan suaminya selama masa sehat dahulunya. Orang-orang seperti ini memiliki ketabahan yang luar biasa dan tidak takut kepada masa depannya, mereka memiliki prinsip kuat akan masa depan yang sepenuhnya ditentukan oleh Allah, sementara mereka hanya menjalani dan bersyukur. Ada baiknya teman Anda berkonsultasi langsung tidak melalui Anda sehingga informasi yang kami dapatkan lebih jelas dan akurat. Salam, Terimakasih.